Pandemi COVID-19 telah melanda ke seluruh dunia. Baik dari negara maju seperti Amerika sampai negara yang masih sedang berkembang, hampir tidak ada negara yang terluputkan oleh virus SARS-CoV-2 ini. Bahkan, kasus positif harian di salah satu negara yang paling maju, misalnya Amerika, telah memecahkan rekor di atas angka 100.000 kasus baru COVID-19 per hari. Angka ini jauh melampaui rekor kasus positif harian di Indonesia yang pernah tercatat sebanyak 56.757 kasus pada 15 Juli 2021. Meskipun demikian, case fatality rate (CFR) di Indonesia sayangnya masih lebih tinggi dibandingkan banyak negara maju lainnya.

Provinsi DKI Jakarta sendiri mencatat tingkat kematian kasus COVID-19 pada bulan Juli 2021 sekitar 1,49%. Ini adalah sebuah angka yang masih lebih rendah dibandingkan dengan tingkat kematian nasional (sekitar 3,0%), tetapi masih terbilang cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya. Sadar dengan angka tingkat kematian di wilayah DKI Jakarta, beberapa peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Sienna Clinical, RSUD Pasar Rebo, dan RSUD Ciracas sigap melakukan studi untuk menyelidiki faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kematian pada kasus COVID-19 di DKI Jakarta.

Dipimpin oleh Dr. dr. Anna Rozaliyani, SpP(K), M.Biomed yang merupakan Tim Pakar COVID-19 Nasional dan peneliti FKUI, tim dr. Anna menemukan 4 faktor yang paling berhubungan dengan angka kematian pada kasus COVID-19. Keempat faktor tersebut adalah usia tua, gejala sesak napas, pneumonia (infeksi paru-paru), dan riwayat hipertensi (darah tinggi). Pasien yang memiliki riwayat hipertensi, misalnya, mempunyai risiko kematian oleh karena COVID-19 2x lipat lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak mempunyai riwayat hipertensi. Temuan seperti ini sangat penting karena, pertama, dengan mengetahui faktor-faktor tersebut terlebih dahulu, tenaga kesehatan dapat membantu pasien untuk mengontrol hipertensi yang dimilikinya. Dengan terkontrolnya hipertensi, diharapkan risiko 2x lipat tersebut dapat berkurang jikalau pada akhirnya pasien tersebut terkena infeksi SARS-CoV-2. Kedua, ketika ada satu wilayah di Jakarta yang penduduknya terdiri dari banyak lansia dan/atau mempunyai riwayat hipertensi, wilayah tersebut harus dipantau dengan lebih ketat. Ini karena risiko kematian akibat COVID-19 lebih tinggi pada penduduk dengan karakteristik tersebut. Oleh sebab itu, temuan dr. Anna dan tim dapat menjadi acuan bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan publik yang paling sesuai dengan konteks DKI Jakarta.

Dimulai dari penelitian epidemiologi dasar, hasil studi ini bahkan sampai berdampak pada pertimbangan kebijakan publik yang dapat diambil oleh pemerintah setempat. Dengan demikian, sesuai dengan konteks AHS UI yang bertujuan untuk meningkatkan regional health, hasil penelitian ini mendemonstrasikan peran AHS UI melalui kerja sama antara FKUI, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dan stakeholders lainnya dalam mengatasi masalah kesehatan di DKI Jakarta.

Hasil penelitian dr. Anna dan tim berhasil dipublikasikan pada jurnal Acta Medica Indonesiana, jurnal Q3 yang terindeks Scopus dan merupakan salah satu jurnal kedokteran terbaik di Indonesia. Artikel lengkap “Factors Associated with Death in COVID-19 Patients in Jakarta, Indonesia: An Epidemiological Study” dapat dibaca di sini.